----------------------------------------
SOFTSKILL (ETIKA & PROFESIONALISME IT)
Dosen : Rudy Suhatril
RETNO AYU PRATIWI – 15110777 – 4KA20
----------------------------------------
PENGERTIAN uu ite
Ketentuan yang berlaku untuk setiap orang
yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik
yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia,
yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah
hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
1. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik.
Pengaturan mengenai informasi dan transaksi
elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL
Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. Bagian ini
dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan
masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi
elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain:
- Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE)
- Tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE)
- Penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE)
- Penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE)
2. pengaturan
mengenai perbuatan yang dilarang.
Beberapa materi perbuatan yang dilarang
(cybercrimes) yang diatur dalam UU ITE, antara lain:
1. Konten ilegal, yang terdiri
dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik,
pengancaman dan pemerasan (Pasal 27,
Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE).
2. Akses ilegal (Pasal 30).
3. Intersepsi ilegal
(Pasal 31)
4. Gangguan
terhadap data (data interference, Pasal
32 UU ITE).
5. Gangguan
terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE).
6. Penyalahgunaan
alat dan perangkat (misuse of device, Pasal
34 UU ITE).
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari
dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan.
1. Unpad
2. UI
Tim Unpad ditunjuk
oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen
Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan
para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU
Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah
akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis
tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang dipimpin
Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono),
sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
sebagaimana disahkan oleh DPR.
Analisa
UU no.19 tentang Hak Cipta
Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1997 yang selanjutnya disebut Undang-undang Hak Cipta.
Walaupun perubahan itu telah memuat beberapa
penyesuaian pasal yang sesuai dengan TRIPs, namun masih terdapat beberapa
hal yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya
intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan
perkembangan
karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di
atas. Dari beberapa konvensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang disebut di
atas, masih terdapat beberapa ketentuan yang sudah sepatutnya dimanfaatkan.
Selain itu, kita perlu menegaskan dan memilah kedudukan Hak Cipta di satu pihak
dan Hak Terkait di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya
intelektual yang bersangkutan secara lebih jelas.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas
dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Hak Cipta dengan yang baru. Hal
itu disadari karena kekayaan seni dan budaya, serta pengembangan kemampuan
intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai
agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam
melaksanakan pembangunan nasional.
Hak
Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi
adalah hak untuk mendapatkan manfaat
ekonomi atas Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang
melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau
dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah
dialihkan.
Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada
ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat
pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan
kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat,
dibaca, atau didengar. Undang-undang ini memuat beberapa ketentuan baru, antara
lain, mengenai :- Database (salah satu Ciptaan yang dilindungi).
- Penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media audio, media audio visual dan/atau sarana telekomunikasi.
- Penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa.
- Penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi Pemegang hak.
- Batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung.
- Pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi.
- Pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi.
- Ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait.
- Ancaman pidana dan denda minimal.
- Ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.
Contoh
kasus :
Hak
Cipta Dalam Industri Musik
Dalam industri musik, dari sudut perlindungan
hak cipta dibedakan antara komposisi musik/lagu (music composition) dan rekaman
suara (sound recordings).
Komposisi musik terdiri dari musik, termasuk
di dalamnya syair/lirik. Komposisi musik dapat berupa sebuah salinan notasi
atau sebuah rekaman awal (phonorecord) pada kaset rekaman atau CD.
Komposer/pencipta lagu dianggap sebagai pencipta dari sebuah komposisi musik.
Sementara itu, rekaman suara (sound
recording) merupakan hasil penyempurnaan dari serangkaian suara-suara baik yang
berasal dari musik, suara manusia dan atau suara-suara lainnya. Dianggap sebagai
pencipta dari sound recording adalah pelaku/performer (dalam hal pertunjukan)
dan atau produser rekaman (record producer) yang telah memproses suara-suara
dan menyempurnakannya menjadi sebuah rekaman final.
Hak
cipta pada sebuah rekaman suara tidak dapat disamakan dengan, atau tidak dapat menggantikan hak cipta pada
komposisi musiknya yang menjadi dasar rekaman suara tersebut.
Dalam Undang-Undang
No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
(“UU Hak Cipta”), perlindungan hak cipta atas komposisi musik
disebut pada Pasal 12 ayat (1) huruf d UU Hak Cipta, sementara perlindungan hak cipta atas rekaman suara
disebut pada Pasal 49 ayat (1) dan (2) UU Hak Cipta.
Cover
Version dan Pelanggaran Hak Cipta
PENGERTIAN
Hasil reproduksi atau membawakan ulang sebuah
lagu yang sebelumnya pernah direkam dan dibawakan penyanyi/artis lain. Tidak
sedikit, sebuah lagu cover version bahkan menjadi lebih terkenal daripada lagu
yang dibawakan oleh penyanyi aslinya. Karenanya, banyak artis baru mencoba
peruntungannya dengan membawakan lagu cover version dengan tujuan agar lebih
cepat sukses dan terkenal.
Untuk lagu-lagu cover yang diciptakan untuk
tujuan komersial tadi, pencantuman nama penyanyi asli saja pada karya cover
tentu tidak cukup untuk menghindari tuntutan hukum pemegang hak cipta. Agar
tidak melanggar hak cipta orang lain, untuk mereproduksi, merekam,
mendistribusikan dan atau mengumumkan sebuah lagu milik orang lain, terutama
untuk tujuan komersial, seseorang perlu memperoleh izin (lisensi) dari
pencipta/pemegang hak cipta sebagai berikut:
- Lisensi atas Hak Mekanikal (mechanical rights), yakni hak untuk menggandakan, mereproduksi (termasuk mengaransemen ulang) dan merekam sebuah komposisi musik/lagu pada CD, kaset rekaman dan media rekam lainnya; dan atau
- Hak Mengumumkan (performing rights), yakni hak untuk mengumumkan sebuah lagu/komposisi musik, termasuk menyanyikan, memainkan, baik berupa rekaman atau dipertunjukkan secara live (langsung), melalui radio dan televisi, termasuk melalui media lain seperti internet, konser live dan layanan-layanan musik terprogram.
- Royalti atas mechanical right yang diterima dibayarkan oleh pihak yang mereproduksi atau merekam langsung kepada pemegang hak (biasanya perusahaan penerbit musik (publisher) yang mewakili komposer/pencipta lagu). Sementara pemungutan royalti atas pemberian performing rights pada umumnya dilakukan oleh sebuah lembaga (di Indonesia disebut Lembaga Manajemen Kolektif – “LMK”) berdasarkan kesepakatan antara pencipta dan lembaga tersebut.
- WAMI (Wahana Musik Indonesia) dan YKCI (Yayasan Karya Cipta Indonesia) adalah dua dari beberapa LMK di Indonesia yang saat ini aktif menghimpun dan mendistribusikan royalti dari hasil pemanfaatan performing rights untuk diteruskan kepada komposer/pencipta lagu dan publisher.
The
National Music Publishers’ Association vs. Fullscreen
Fullscreen mengklaim dirinya sebagai
perusahaan media generasi baru yang membangun sebuah jaringan global melalui
channel-channel di YouTube bekerja sama dengan ribuan kreator konten. Menurut
Fullscreen, 15.000 channel yang mereka wakili total memiliki 200 juta pelanggan
dan ditonton lebih dari 2,5 miliar orang per bulannya.
Di antara video-video Fullscreen yang diputar
YouTube adalah versi cover dari lagu-lagu hits beberapa artis Penggugat,
biasanya dibawakan oleh para amatir atau semi profesional, yang ditampilkan
tanpa izin publisher dan pencipta lagu serta tanpa membayar royalti.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar